Thursday, August 9, 2007

habituari butuh, antara seksualitas dan pembiasaan

Keep Virgin, be Healthy

Iklan layanan masyarakat itu terpampang pada layar televisi di pojok kamar. Pada bagian akhir, seperti sebagai penandas. Menceritakan tentang seorang perempuan belasan tahun yang sedang menangis menelepon kekasihnya. Memberitakan kehamilannya. Sebuah hamil yang tidak terencana dengan baik kiranya.

Saya membilang, itu klise. Bukan, bukan iklannya. Melainkan kejadiannya. Iklannya sendiri menurut saya cukup ‘tidak biasa’. Bagaimana tidak, iklan kondom dengan ‘cewek suka yang pake helm’, menjadi sebuah pembiasaan bagi masyarakat untuk menerima sebuah kebiasaan baru. Budaya seks bebas. Tetapi jangan lantas menuduh sok moralis karena menulis tentang ini. Sekali lagi, mari bercermin dari tulisan sendiri. Saya percaya kekuatan kata-kata.

Tidak pernah ada penghakiman bahwa mereka yang melakukan seks bebas sebagai gaya hidup itu sebagai sebuah salah. Ada keyakinan, masing-masing manusia yang melakukannya sudah masuk dalam taraf dewasa karena mempunyai insting untuk menyalurkan libidonya. Jadi, hak mereka untuk melakukan atau tidak melakukan.

Yang sangat menganggu pikiran akhir-akhir ini adalah beberapa pengakuan kawan-kawan lelaki. Kebiasaan lebih dekat dengan kawan dari kaum adam daripada kaum hawa membuat saya lebih mengerti mereka. Tidak pernah ada sekat antara kami. Tidur bersama-sama, dan kadang terbangun kaget melihat didepan ada wajah tak berdosa sedang tidur beberapa inci didepan wajah kita. Membiasakan diri mendengarkan omongan jorok mereka, membiasakan diri melihat kebiasaan buang air didepan mata. Mengerutu sebal saat mereka menggoda dengan hanya memakai celana dalam (hal yang sudah terjadi dari SMP, sampai saat ini kuliah), dan mendengarkan saat mereka bercerita tentang Miyabi, sang aktris porno kegemaran. Seperti sudah dianggap sebagai lelaki tulen. Mungkin karena ekstrovert, mereka pun sangat terbuka.

Bahkan dalam masalah seksualitas pun. Sebagai contoh, beberapa hari lalu, salah seorang kawan yang sudah menikah selama beberapa tahun pernah mengkisahkan pengalamannya bertemu dengan wanita hypersex. Wah, capek meladeninya. Dia minta berulang-ulang kali. Padahal aku harus ngumpulin tenaga dulu, ujarnya. Di lain waktu, seorang teman bercerita tentang tidak enaknya memakai kondom. Atau cerita-cerita lain, yang kalau diceritakan mungkin yang membaca kebelet kekamar mandi pengen onani atau masturbasi (atau, kangen pacar untuk dinikmati?). Ah maaf, selalu tanpa basa-basi.

Dan yang sangat membuat keki adalah kisah salah seorang sahabat, dan pengakuannya. Kebanyakan lelaki, saya maksudkan in general, bukan mengeneralisasikan, setelah mendapat keperawanan seorang perempuan lantas kemudian ditinggalkan. Tipe-tipe ‘Penjahat Kelamin’ mahasiswa Yogyakarta. Pernah saya melihat dan mendengar raungan salah seorang pacar sahabat saya ini yang diputusnya hanya dengan alasan : bosan. Dan ia pernah memerkosanya. Perempuan ini masih duduk di sekolah menengah, dan memakai jilbab. Saya selalu mengingat tangis itu. Jangan bilang suka sama suka. Mayoritas perempuan, ketika berhubungan pertama kali pasti merasa amat berdosa, tidak berharga dan menyesal. Tetapi banyak juga yang lantas ketagihan. Ada yang beralasan sudah kecebur, nyebur aja sekalian. Sumbernya akurat lho, tidak mengada-ada.

Bisa jadi free sex memang sudah menjadi common culture. Tak jarang beberapa teman lelaki mengajak untuk melakukan sebuah persetubuhan. Tapi tentunya mereka yang bukan teman dekat atau sahabat, karena mereka pasti mengetahui bagaimana saya beserta pikiran yang terusung. Kalau berbicara tentang ini, pikiran tak ayal jatuh pada sebuah malam. Seseorang yang dalam hidup pernah sangat amat disuka, pernah berniat untuk menistakan saya. Maka hancur leburlah saya. Beruntungnya, saat itu kesadaran dalam voltase yang sangat tinggi. Sehingga hal yang biasa, namun tidak bisa saya “biasakan” itu tidak terjadi. Seharusnya perempuan bisa dan berkuasa untuk berkata “tidak”. Dengan tidak menafikan hasrat seksualitas lelaki memang sangat tinggi. Dan saya pun juga bukan jenis orang yang mengagung-agungkan keperawanan. Tapi maaf, sampai saat ini saya masih menghargai orang tua dan calon suami kelak. Merasa pula masih bertuhan. (Maaf tuhan, membawa-bawa namamu lagi).

Nge-gap orang yang sedang making love pun tidak sekali dua kali. Ada yang maen dikamar mandi (busyet kalo yang ini sampai satu jam..), kamar kost atau tempat-tempat strategis lainnya. Bahkan menurut salah satu pegawai bagian rumah tangga fakultas Ekonomi UII, setiap menyedot WC pasti ditemukan banyak kondom bekas. Iip Wijayanto pernah mengadakan survei yang hasilnya menyatakan bahwa 97% mahasiswi Jogja tidak perawan. Tidak menyangkal tidak pula membenarkan. Agak ragu juga melihat angkanya sebesar itu, kalau melihat teman2 perempuan sekitar, masih banyak juga yang tetap berprinsip menjaga keperawanan.

Sekali lagi inilah pilihan. Tuhan dalam kitabnya seringkali memberikan pilihan, agar manusia mau berpikir. Sebagai permisalan, kamu mendapat surga jika kamu melakukan ini, dan mendapat neraka jika melakukan itu. Tidak menekankan kata “harus”. Dan hingga saat ini, saya memilih jalan ini. Entah besok, lusa, atau nanti. Toh manusia selalu berubah dengan dinamis.

Ngomong-ngomong lelaki atau perempuan yang pernah berhubungan badan dengan lebih dari dua orang, lantas menikah, jika ia menemukan kekurangan seksualitas pasangannya, apakah ini salah satu pendorong perselingkuhan juga? Oya, cewek-cewek banyak juga yang suka nonton bokep lho. Banyak juga yang koleksinya lengkap. Wuih... apakah saya memang ketinggalan jaman....

2 comments:

sepoi said...

jadi setelah menikah saja ya...hmm..

Unknown said...

ketika mencium bibir sang kekasih maka, sering kuuucap mantra Bismillah....

dan kekasihku pun tertawa..... :)

percintaan memang rumit, apalagi lek wis nyangkut sing jenenge tubuh menyentuh tubuh....