Saturday, March 15, 2008

Filosofi Pencarian

Entah mengapa tiba-tiba saja aku tertarik untuk menulisnya.

Mungkin karena aku tak juga beringsut dari keakuanku. Atau karena aku tak berani melangkah menjauh dari Ranny yang me-Ranny. Jika aku berkata demikian, pasti kalian ingat Ahmad Wahib bukan?

Jam belum genap merambat angka duabelas. Ah, mengapa malam ini terasa sendu sekali. Satu pertanyaan yang dari dulu mengiringiku adalah, sebenarnya apa yang aku cari. Dan sebenarnya layak atau tidak untuk aku hidup. Sekali lagi, ini pertanyaan filsafat yang paling mendasar. Aku benar-benar menyukai pertanyaan ini.

Dan terkadang aku tak mampu untuk menjawabnya.

Pada hari kemarin sempat aku melontarkan sebuah ucapan kepada seorang teman. Bahwa masa-masa pencarian jati diri (pencarian keakuan?)-ku bukanlah masa SMA seperti orang bilang. Waktu mencari adalah adalah sepanjang apa nafas masih mengimbangi pikiran. Jadi, selama aku bisa hidup, mungkin selama itu pula ritme masa pencarian keakuan-ku akan berjalan secara dinamis, semoga.

Terkadang aku sangat benci untuk mengintimi enam huruf yang bersatu menjadi kata : proses. Aku benci untuk berpura-pura aku menghormati proses sebagai bagian dari tujuan. Aku malu untuk mengakui bahwa aku produk masa kini yang ingin semua serba instant, serba praktis.

Dan inilah filosofi pencarian. Yang masing-masing dari kita terkadang tak mampu menjabarkannya. Terlebih aku. Yang adab kebebasan berpikir ku pegang erat. Bahkan aku juga membenci kata definisi dan deskripsi, yang memenjara keragaman pikir. Biarlah orang belajar ketidaksamaan mereka atas segala sesuatu. Termasuk dalam bertuhan kukira.

Pencarian dan tujuan. Dua hal yang tak terpisahkan. Untuk mencari tuhan kita rela ber-ritual, untuk mencari kehidupan yang nyaman, kita rela mengadai diri dengan idealisme pikir. Dan, untuk memperoleh ijazah aku rela disebut mahasiswi yang ‘menuntut ilmu’.

Hari kemarin, ada lelaki yang berani berbohong dan bersumpah demi Tuhan untuk mencari kepuasan seksualitas. Dan pertanyaan berlanjut. Sebenarnya ada berapa tingkatan dalam pencarian?

Pencarian dan eksistensi. Juga tak bisa terlepas begitu saja. Dari dulu frame otakku sering membentuk pola mengenai eksistensi, kaitannya dengan self esteem-nya Maslow. Tujuan dari apa yang kita cari sangat erat dengan eksistensi diri. Aku tak memungkirinya. Mencari pasangan, mencari pekerjaan, pencarian kebutuhan untuk dihargai orang lain, mencari kehidupan yang lebih baik misalnya. Dan tak jarang kita mencari celah kebohongan agar bisa disebut exsist. Aku ingat ucapan seorang lelaki, ia membilang, Ran, aku cuma ingin pacaran sama cewek-cewek cantik karena dengan begitu orang-orang tak akan meremehkanku sebab cewekku cantik. Inilah eksistensi, yang orang bisa saja menjadi hewan untuk bisa disebut exist.

Jadi, apa sebenarnya yang kita cari?