Friday, September 7, 2007

Kidung Lelah buat Kamu..


Ya, begitulah adanya. Aku sudah lelah dengan perasaan yang telah aku bentuk sendiri. Baiklah, jika pesan-pesan pendek itu belum menjelaskan semuanya, mari bantu aku menjabarkan.


Bahkan aku binggung harus mulai dari mana.


Sejujurnya, aku pernah mempunyai obsesi menjinakkan lelaki bangsat sepertimu. Jangan dikira pertama kali melihatmu, aku tak bisa membacamu. Aku menyukaimu, in esentia. Bukan secara eksistensia.

Malam itu, malam kau ingin mempersenggamai-ku silam, kau membilang padaku, bahwa kau mempunyai sebuah labolatorium-mu sendiri kena kehidupan. Pun aku. Pun aku tentunya, A. Aku adalah kelinci percobaanmu yang gagal untuk kau cobai. Dan kau? Bagiku, kau hanyalah orang yang berada di tempat dan waktu yang salah sehingga secara tak sadar aku telah menyeretmu kedalam labolatorium esensia dan eksistensiaku. Aku tak berbakat menjadi penjabar, mungkin pula tulisan ini nanti tak akan memuaskanmu.

Apa yang kau inginkan dari-ku?, ujarmu dari pesan yang kau kirim. Ah, memangnya apa yang kau punya? Aku hanya butuh esensi yang kau miliki. Aku butuh penggambaran. Sudah berulang ku kata kepadamu, bahwa semua yang terlaku berpijak pada ketidakberharapan apa-apa. Dan salah kalau kau menginginkan sesuatu dariku.

Kau benar, amarah itu belum mereda.

Aku sudah terlalu jauh bermain-main dengan hatiku sendiri. Seperti sudah keasyikan sendiri. Sebenarnya aku tak ingin mengikutsertakanmu dalam permainan ini, A. Aku ingin bermain sendiri. Kau sendiri yang lantas memainkan serta peranmu. Kau laki-laki, mudah tergoda.

Semua ini terjadi hanya karena aku terlalu menghayati sebuah pemaknaan. Kalaulah boleh jujur, aku sendiri pun ragu, apakah pernah perempuan lindap satu ini menyukai seorang lelaki. Aku ragu, apakah semua yang kulakukan padamu memang hanya sebuah kamuflase murahan.

Kau tahu, A. Semua yang terkata kepadamu dari mulutku, beberapa diantaranya adalah siratan kata. Dan rupanya kau tak mampu menterjemahkannya. Kau memang bodoh rupanya. Sekali lagi A, kau harus berhati-hati terhadap wanita sepertiku. Mungkin, akulah mautmu. Bisa jadi pula, aku jalan pulangmu.

Ah, penismu terlalu kecil rupanya. Sehingga kau pun harus mengesek otot itu pada setiap lubang garba. Bukankah otot akan membesar jika sering dipergunakan. Toleh ke tangan kanan dan tangan kirimu, A. Kau tak kidal, jadi tangan kananmu lebih besar daripada yang kiri. Pembelajaran otot ini yang kau terapkan untuk membesarkan penismu yang kecil itu, A. Ini amarahku. Ini lelahku. Wajar kalau aku berkata seperti ini. Boleh kutanya, siapa wanita yang paling memuaskanmu secara seksualitas?

Aku suka lelaki yang bermasalah seperti kau. Dengan pikiranmu yang me-rumit. Tetapi rupanya kau terlalu berpusat pada dirimu sendiri. Kau banyak membaca tapi sebenarnya tak mengerti apa-apa yang telah kau baca. Aku menghakimimu? Sudah kubilang, malam terakhir kita mengirim pesan itu, baru aku bisa menilaimu.

A, aku memanggilmu dengan sebutan bangsat tampan dan cah elek. Kau tau mengapa? Sebab ada dua sisi darimu yang aku ingin ketahui. Kau sadar bahwa dirimu menarik secara fisik, dan itulah kelemahanmu. Walaupun kau kalah jauh tampan dengan lelaki-lelaki yang kupunyai sebelumnya, A, tetapi aku suka senyum bangsat dan matamu. Bahkan mas Fahri bilang, seleraku rendah dan levelku turun dengan mengharapmu. Justru karena itu, aku tak mau lagi dekat dengan lelaki-lelaki putih dan rupawan yang tak memuaskanku. Aku sudah terlalu bosan dengan lelaki jenis ini. Lembek, tidak liat.

Sudah setahun aku mempetualangimu. Sudah setahun aku kesakitan atas perbuatanku sendiri. Sudah terlalu jauh pula catatan tentangmu melampaui batas kertas yang kupersiapkan untuk fase aku menyukaimu. Sudah saatnya aku mengganti dengan lelaki lain, yang tentunya A, tidak sebangsat kamu.

Ada sebagian kecil bahwa kau juga telah kupermainkan dengan kata-kata yang terlontar. Kau bilang kau belajar bermetafora dariku. Dan kau sendiri, adalah bahan pembelajaranku. Seharusnya kau bisa mengeja apa yang kukata. Kau harus belajar banyak tentang hidup. Ingin sekali kuteriakkan ini dikepalamu. Biar sekalian saja meledak.

Perubahan sikap yang ada saat ini, mungkin kau telah marah karena tak bisa menjinakkanku perempuan bangsat satu ini yang mungkin sama pula sebangsat kau. Aku satu-satunya wanita yang menolak untuk kau setubuhi kah? Hahaha.., bersetubuh memang mudah, tapi tidak dengan ekornya yang akan terus melingkupi jika aku melakukannya. Sebab pula, dalam hidup, pelajaran yang baru kupelajari adalah bagian pengendalian diri, A. Seharusnya kau tahu itu. Sekali lagi, kau masih harus banyak belajar.

Kini, tak akan ada lagi yang akan mencemoohku karena menyukaimu. Mereka kini telah bisa menepuk dada mereka dengan jumawa sebab dikiranya aku bisa menjauhimu karena pengaruh mereka. Tak mudah bagiku melupakan lelaki yang paling aku sukai dalam hidup. Tetapi roda harus tetap berjalan. Tuhan selalu memberi apa yang aku pinta. Tetapi tidak untuk kali ini. Tidak untuk memberimu kepadaku.

Kau sudah berselingkuh denganku, A. Kau tidak bisa memungkirinya. Dan kau bilang perempuanmu tidak mengetahui semua yang telah kau lakukan. Ah, aku ingat, kau masih berhutang padaku, untuk memperkenalkan perempuan itu padaku. Katamu, biar aku bisa mengejeknya. Mungkin karena kau lebih memilih pulang ke perempuanmu daripada memilihku.

Baiklah, pada akhirnya aku bisa membilang, bahwa kau-lah lelaki yang paling kusuka selama ini dalam hidupku. Kau ingat kau pernah menanya hal ini padaku kan? Ini jawabanku. Aku akui. Aku tak pernah menyesal melakukan semua hal yang telah kuperbuat terhadapmu. Kau lelaki indah dengan banyak kekuranganmu itu.

Kini aku sudah menekuk lututku. Tanda aku tak mampu meneruskan perjalanan ini..

No comments: